Jumat, 04 Mei 2012

Pengantar Hukum Indonesia (Bab XIII)


BAB XIII
DASAR-DASAR
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1.             Pengertian Hukum Admisistrasi Negara
 Hukum Adminisrasi Negara (HAN) mempunyai beberapa istilah antara lain Hukum Tata Usaha Negara (HTUN), dan Hukum Tata Pemerintahan (HTP). Pengertian Hukum Administrasi Negara telah dikemukakan  pada pokok bahasan   Hukum Tata Negara (bab XII).
Istilah Hukum Administrasi Negara  dalam bahasa Inggris “administrative law”, dan dalam  bahasa Belanda “administratiefrecht”, dan “Verwaltungsrecht” (bahasa Jeman), “droit administratief” (bahasa Perancis).
J. Oppenheim mendeskripsikan HAN mempelajari  negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging), sedangkan HTN mempelajari negara dalam keadaan belum bergerak (staat in rust). Oleh VanVollenhoven, pendapat J. Oppenheim tersebut dijabarkan sebagai berikut  bahwa, “Hukum Administrasi Negara” adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan negara,  baik yang tinggi maupun yang rendah, pada waktu alat-alat perlengkapan negara itu mulai melaksanakan  tugasnya yang ditetapkan  dalam Hukum Tata Negara.[1]
Menurut J. H. A. Logemann HTUN ialah meliputi peraturan-peraturan khusus yang disamping hukum perdata yang berlaku umum, mengatur cara-cara organisasi negara ikut serta di dalam pergaulan hidup kemasyarakatan.[2]
 Di dalam bukunya “Staatsrecht van Nederlans Indie” (1974 : 5) Logemann menyebutkan bahwa, HTUN menyelidiki (onderzoekt) hubungan-hubungan istimewa, yang diadakan untuk memungkikan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus. Jadi HTUN meyelidiki (onderzoekt) sifat hukum dari misalnya: hubungan dinas umum tentang ijin-ijin pemerintah dan perintah-perintah, tentang dispensasi-dispensasi,  grasi, dan tentang penggabungan dalam milisi dst.[3]
Dari pendapat Logemann tersebut, maka Utrecht berpendapat bahwa HAN merupakan pelajaran tentang hubungan hukum istimewa (leer van de bijzondere rechtsbetrekkingen), yang memungkinkan para pejabat menjalankan tugas istimewa mereka.[4]
Dengan kata lain, HAN menyelidiki hubungan-hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk  memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka secara khusus. Selanjutnya Utrecht menjelaskan bahwa HAN adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lapangan pekerjaan administrasi negara diatur oleh hukum tata negara, hukum privat dan sebagainya. Pengertian hukum administrasi negara dan pengertian hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara itu tidak identik.[5]
W.F. Prins, berpendapat bahwa, HTN mempelajari hal-hal yang fundamental, yang merupakan dasar-dasar dari negara, sedangkan HAN lebih menitik beratkan kepada hal-hal yang teknis saja.[6]
Menurut Romeyn, bahwa HTN mempelajari dasar-dasar dari negara, sedangkan HAN adalah mengenai penyelesaian teknis selanjutnya.[7]
Hukum Tata Usaha Negara, menurut Warda  adalah mempelajari tentang sifat peraturan-peraturan hukum dan bentuk bentuk hukum, yang memuat turut serta pemerintah dalam pergaulan sosial ekonomis dan juga tentang asas-asas hukum yang menguasainya.[8]
Hukum Administrasi Negara mengatur susunan dan wewenang khusus alat-alat perlengkapan (badan) kenegaraan seperti kepegawaian, peraturan-peraturan wajib militer, peraturan-peraturan jaminan sosial, peraturan-peraturan perumahan, peraturan perburuhan dansebagainya (Kranenburg).
Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya “Hukum Administrasi Negara”. Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk beluk administrasi Negara (HAN heteronom) dan hukum yang dicipta atau meupakan hasil buatan administrasi Negara (HAN otonom).[9]
Hukum administrasi negara, hukum tata pemerintahan, semuanya menyangkut administrasi, bestuur, besturen. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum administrasi merupakan instrument yuridis bagi penguasa untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat, dan pada sisi lain hukum administrasi merupakan hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa dan memberikan perlindungan terhadap penguasa.[10]
Menurut P. de Haan cs dalam bukunya “Bestuursrecht in d Sociale Rechtsstaat” jilid I : 30,  Hukum Tata Pemerintahan (HAN) mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu : (norma, instrument, dan jaminan).
Van Wijk-Konijnenbelt dan P. de Haan mendiskripsikan hukum administrasi negara meliputi :
a.              mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat;
b.             mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian masyarakat;
c.              sebagai perlindungan hukum (rechtsbescherming);
d.             menetapkan dan menerapkan norma-norma dasar bagi penguasa untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik/layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).[11]

2.             Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara
Sumber-sumber hukum administrasi negara adalah :
a.              Undang-Undang mencakup: (UUD 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota dan   Keputusan Tata Usaha Negara lainnya);
b.             Yurisprudensi;
c.              Perjanjian (Nasional maupun Internasional);
d.             Kebiasaan Administrasi Negara/TUN;
e.              Doktrin Hukum (ajaran hukum dari para ahli hukum).

3.             Bentuk-Bentuk Hukum Tindakan Pemerintahan
Ada dua pengertian tentang pemerintahan, yakni pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit.[12]
Pertama, pemerintahan dalam arti luas.
Pemerintahan dalam arti luas adalah terdiri dari tiga kekuasaan menurut “trias politica dari Montesquiu”) yang terpisah satu sama lain (separation des pouvoirs) meliputi kekuasaan : legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Menurut van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas (bewindvoering) atau “regeren” meliputi :
a.              membuat peraturan (regeling–wetgeving)
b.             pemerintahan/pelaksana (bestuur);
c.              peradilan (Rechtspraak);
d.             Polisi (politie).[13] 
Oleh Koentjoro Purbopranoto keempat pemerintahan dalam arti luas dari Van Vollenhoven tersebut dinamakan “caturpraja”.
Menurut Lemaire dalam bukunya “Het Recht in Indonesie”, pemerintahan dalam arti luas (bewindvoering) itu ada lima fungsi atau kekuasaan (pancapraja) yaitu:
a.              penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurszorg);
b.             pemerintahan  (bestuur);
c.              polisi (politie);
d.             peradilan (rechtspraak);
e.              membuat peraturan. [14]
A.M. Donner, dalam bukunya “Nederlands bestuursrecht” (1963 : 1), membagi pemerintahan dalam arti luas meliputi  : (a) badan-badan pemerintahan pusat yang menentukan haluan  Negara (taakstelling); (b) instansi-instansi pemerintahan yang melaksanakan keputusan pemerintahan pusat  (verwekenlijking van de taak).[15]   
Kedua, Pemerintahan dalam arti sempit.
Menurut Van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti sempit adalah hanya badan pelaksana (executive, bestuur) saja , tidak termasuk badan peradilan, badan pembuat undang-undang dan badan kepolisian.[16]
Van Poelye, Pemerintahan dalam arti sempit adalah sebagai organ/badan/alat perlengkapan negara yang diserahi pemerintahan (government/bestuur). Pemerintahan dalam arti luas adalah sebagai fungsi yakni meliputi keseluruhan tindakan, perbuatan dan keputusan oleh alat-alat pemerintahan (bestuursorganen) untuk mencapai tujuan pemerintahan (administration).[17]
Menurut Utrecht, pemerintahan dalam arti sempit (executive, bestuur, bestuurszorg) ialah administrasi negara.[18]
Jadi menurut Utrecht bahwa, penyelenggara administrasi negara adalah pemerintahan dalam arti sempit (eksekutif, pemerintahan, penyelenggara kesejahteraan umum).
Menurut penulis, administrasi negara adalah pemerintahan dalam arti sempit yaitu lembaga pelaksana pemerintahan atau eksekutif (pemerintahan=bestuur, penyelenggaraan kesejahteraan umum = bestuurszorg, dan kepolisian); tidak termasuk badan peradilan (yudikatif) dan badan pembuat undang-undang (legislatif). Administrasi negara dalam arti luas mencakup kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislative.



2.             Perbuatan Pemerintahan  (Administrasi Negara)
Menurut van Vollenhoven, perbuatan pemerintahan (bestuurshandeling) adalah pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendah (prinsip hierarkhi).[19]
Rommeyn, bestuurshandeling adalah tiap tindakan atau perbuatan  alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen), juga di luar lapangan Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan, peadilan dan lain-lain, yang bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi.[20]
Perbuatan pemerintahan (bestuurshandeling) adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.[21]
Menurut Utrecht, ada Sembilan macam penyelenggaraan kepentingan kolektif oleh administrasi negara (Pemerintahan), yang bertindak adalah:
1.             Administrasi Negara sendiri (pemerintahan);
2.             Subyek hukum (badan hukum) lain, yang tidak termasuk administrasi negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah. Hubungan istimewa (khusus) ini diatur oleh hukum publik dan hukum privat (misalnya pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan asing berdasarkan undang-undang penanaman modal asing di Indonesia);
3.             Subyek hukum lain, yang tidak termasuk administrasi negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan konsesi (consessie) atau ijin (vergunning) dari pemerintah;
4.             Subyek hukum, yang tidak termasuk admnistrasi negara dan yang diberi subsidi oleh pemerintah, misalnya Lembaga Pendidikan Swasta;
5.             Pemerintah bersama-sama dengan subyek hukum lain (beberapa subyek hukum) yang tidak termasuk administrasi negara, dan kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerja sama (vorm van samenwerking) tertentu yang diatur oleh hukum privat, misalnya pemerintahan bergabung dalam Perseroan Terbatas, yang dewan direksinya ada wakil pemerintah, atau pemerintah mendirikan Perseroan Terbatas;
6.             Yayasan yang didirikan atau diawasi pemerintah;
7.             Kooperasi yang didirikan atau diawasi pemerintah;
8.             Perusahaan Negara;
9.             Subyek hukum lain yang tidak termasuk admnistrasi negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).[22]
Agar dapat menjalankan tugasnya, maka administrasi negara (perbuatan pemerintahan) melakukan bemacam-macam perbuatan pemerintahan. Perbuatan administrasi negara (pemerintahan) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.              perbuatan administrasi negara (pemerintahan) berdasarkan  hukum (rechtshandelingen), dan
b.             perbuatan administrasi negara (pemerintahan) berdasarkan fakta/ bukan tindakan hukum (feitelijke handelingen).
Perbuatan pemerintahan (administrasi negara) yang bukan perbuatan hukum, misalnya meresmikan pembukaan jalan raya/bandara/kantor pemerintahan.  
Dalam  Hukum Administrasi Negara, yang terpenting adalah perbuatan pemerintahan yang berdasarkan  hukum (rechtshandelingen).
Ada dua macam pebuatan hukum (administrasi Negara) yakni :
1.             perbuatan pemerintahan berdasarkan  hukum privat, dan
2.             perbuatan pemerintahan berdasarkan hukum publik.
Pekerjaan administrasi negara sering mengadakan perbuatan yang berdasarkan hukum privat, misalnya jual beli tanah (1457 B.W.), menyewa ruangan/gedung pertemuan (Pasal 1548 B.W.).
Perbuatan administrasi negara berdasarkan  hukum publik ada dua macam, yaitu:
1.             perbuatan hukum publik yang bersegi dua (berbagai pihak) atau ada persetujuan kehendak antara dua pihak (misalnya perjanjian kontrak kerja antara perusahaan asing dengan pemerintah, kontrak kerja menjadi militer/PNS dengan pemerintah) diatur dengan hukum publik (HTUN) bukan berdasarkan hukum privat.
2.             Perbuatan hukum publik bersegi satu (sepihak) berupa keputusan/penetapan (beschikking).
Di Negara Belanda istilah “Beschikking” diperkenalkan oeh Van der Pot dan Van Vollenhoven, di Indonesia diperkenalkan oleh W.F. Prins.[23]
Di Indonesia istilah “beschikking”  oleh Utrecht, Boedisoesetya dan ahli HAN/HTUN yang lain diterjemahkan dengan “ketetapan”, Koentjoro Purbopranoto menyebutnya “keputusan”.[24] Prajudi Atmosudirdjo (1988) menyebutnya “penetapan”.[25]
Penulis menggunakan istilah “keputusan” karena istilah ketetapan telah digunakan oleh MPR yang berlaku umum yakni berupa “ketetapan MPR”. Selain itu keputusan adalah bersifat khusus, individual dan final.

3.             Keputusan  Administrasi Negara/Pemerintahan
Tugas pemerintah dalam suatu negara “welfare state” adalah “bestuurszorg” yaitu menyelengarakan kesejahteraan umum (menurut Lemaire dan E.Utrecht).
 Dalam menjalankan kesejahteraan umum, pemerintahan atau administrasi negara melakukan berbagai perbuatan dalam bentuk membuat peraturan-peraturan yang disebut dengan keputusan (beschikking).
Peraturan adalah kaidah-kaidah umum atau kaidah-kaidah yang berlaku umum mengikat umum, sedangkan “keputusan” adalah sebagai kaidah khusus berlaku terhadap orang-orang tertentu, mengikat orang-orang tertentu (subyek hukum tertentu).
Hans Kelsen dalam bukunya “General theory of law and state” menggunakan istilah “general norms” untuk peraturan, dan “individual norm” untuk keputusan.
Perbuatan membuat keputusan ini adalah perbuatan yang khusus dalam lapangan Pemerintah, seperti halnya membuat undang-undang adalah perbuatan yang khusus dalam lapangan perundang-undangan. Sesuai dengan fungsi  administrasi negara yaitu melaksanakan undang-undang, maka keputusan itu juga pada hakekatnya adalah melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan ke dalam suatu hal yang konkrit, ke dalam kejadian yang nyata tertentu.
Contoh : surat izin bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh wali kota atas permintaan A, maka surat izin bangunan (IMB) itu yang merupakan keputusan wali kota, yang hanya mengikat dan berlaku terhadap A saja.
Suatu ijazah Universitas adalah suatu keputusan yang hanya mengikat seseorang yang namanya tercantum dalam  ijazah itu, demikian juga sebuah surat penetapan pajak adalah suatu keputusan/ketetapan yang hanya berlaku dan mengikat seseorang yang namanya disebut dalam surat keputusan/penetapan pajak itu.
  Prins dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia” menggunakan istilah “ketetapan“ terjemahan dari “bechikking”. Menurut Prins ketetapan adalah “suatu perbuatan hukum sepihak dibidang  pemerintahan, dilakukan oleh organ/alat-alat pemerintahan berdasarkan kewenangan khusus”. [26]
Menurut Utrecht “beschikking” atau “ketetapan” adalah suatu perbuatan yang berdasarkan hukum publik yang bersegi satu, ialah yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan sesuatu kekuasaan istimewa.[27]
Van der Pot dalam bukunya “Nederlandch Bestuursrecht (1934 : 203), beschikking adalah perbuatan hukum (rechtshandelingen) yang dilakukan alat-alat pemerintahan itu (der bestuursorganen) dalam menyelenggarakan hal khusus (hun wilsverklaringen voor het byzondere geval), dengan maksud mengadakan perubahan dalam bidang hubungan hukum (gericht op een wijziging in de wereld der rechtsverhodingen).[28]
A.M. Donner, menjelaskan “beschikking” adalah suatu perbuatan hukum dalam hal istmewa yang dilakukan oleh suatu alat pemerintahan sebagai alat pemerintahan dan/atau berdasarkan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum, dengan maksud menentukan hak-kewajiban mereka yang tunduk pada tata tertib hukum, dan penentuan tersebut diadakan oleh alat pemerintahan itu dengan tidak sekehendak mereka yang dikenai penentuan itu[29]
Menurut Van Poelye, “beschiking” adalah pernyataan tertulis kehendak suatu alat perlengkapan pemerintahan dari penguasa pusat yang sifatnya sepihak dan ditujukan keluar, berdasarkan kewenangan atas dasar suatu peraturan HTN atau HTP yang tujuannya ialah perubahan atau pembatalan sesuatu hubungan hukum yang ada, atau penetapan sesuatu hubungan hukum yang baru, ataupun yang memuat sesuatu penolakan pemerintah-penguasa terhadap hal-hal tertentu.[30]
Dalam literatur Hukum Administrasi/Tata Usaha/Tata Pemerintahan berbahasa Indonesia, ada beberapa macam atau bentuk “beschikking” (keputusan atau ketetapan) sebagai perbuatan hukum (rechtshandelingen). 
Menurut Van der Wel membedakan (macam-macam) keputusan atas:
a.              de rechtsvastellende beschikkingen (keputusan deklaratur);
b.             de constitutieve beschikkingen, terdiri atas: (1) belastende beschikkingen (keputusan yang memberi beban); (2) begunstigende beschikkingen (keputusan yang menguntungkan); (3) status verleningen (penetapan status);
c.              De afwijzende beschikkingen (keputusan penolakan).[31]
Utrecht di dalam bukunya berjudul “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia” membedakan  (macam-macam) ketetapan, yakni :
a.             Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan Positif (Positive beschikking) adalah perbuatan hukum yang menimbulkan hak/dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan;
Ketetapan Negatif (Positive beschikking) ketetapan yang tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada (tdak menimbulkan hak dan kewajiban). Ketetapan Negatif dapat berbentuk: pernyataan tidak berkuasa/berwenang (onbevoegdverklaring), pernyataan tidak dapat diterima (een niet ontvankelijkverklaring), atau suatu penolakan sepenuhnya (een algehele afwijzing);
b.             Ketetapan Deklaratoir dan Ketetapan Konstitutif
Ketetapan Deklaratur (Declaratoire beschikking) hanya menyatakan bahwa yang bersangkutan diberi haknya menurut ketentuan yang ada atau karena hukumnya demikian (rechtsvastellende beschikking);
Ketetapan Konstitutif (constitutieve beschikking) adalah menciptakan/ membuat  hukum (rechtscheppend);  
c.             Ketetapan  Kilat dan Ketetapan Tetap (vluchtige en blijvende beschikkingen)
Ketetapan kilat (vluchting) adalah ketetapan yang hanya berlaku berakibat pada satu saat yang singkat saja, yakni pada saat ditetapkan. Ada 4 (empat) macam (Prins) yaitu: (1) ketetapan yang bertujuan mengubah redaksi/teks ketetapan lama; (2) ketetapan negative, ketetapan yang tidak mengubah sesuatu dan tidak merupakan halangan untuk melakukan tindakan apabila dikemudian hari ada perubahan keadaan; (3) pencabutan atau pembatalan ketetapan terdahulu; (4)  pernyataan pelaksanaan (de uitvoerbaarverklaring), misalnya menutup jalan raya karena ada perbaikan jalan.
d.            Dispensasi, ijin (vergunning), lisensi, dan konsesi; (1) dispensasi adalah tindakan pejabat aministrasi yang berwenang (bestuur) yang menghapuskan berlakunya suatu ketentuan undang-undang terhadap suatu peristiwa yang khusus (relaxation legis); (2) ijin (vergunning) adalah ketetapan/tindakan pejabat administrasi yang berwenang (bestuur) yang memperbolehkan suatu tindakan yang dilarang oleh ketentuan undang-undang untuk tujuan khusus, misalnya, ijin pertambangan minyak bumi kepada PT. Pertamina; ijin Pengangkutan Udara kepada PT.GIA; (3) lisensi, oleh Prins diartikan sebagai suatu jin yang memberikan kebebasan untuk menjalankan perusahaan (bedrijfsvergunning). Lisensi adalah ijin yang bertujuan  komersial atau menambah fiskal dan mendatangkan keuntungan. (4) konsesi, menurut Prins “bentuk konsesi se-akan-akan merupakan suatu kombinasi dari lisensi dan pemberian status (statusverlening) bagi sebuah usaha yang luas bidangnya dan meliputi “het uit gebreide regime van rechten en verplichtingen” (mengandung hak dan kewajiban yang sangat luas). [32]
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, konsesi merupakan penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi dan juga semacam wewenang pemerintahan untuk memindahkan kampung, membuat jalan dan sebagainya.[33]

4.             Asas-Asas Umum Pemeritahan Yang Layak
Asas hukum adalah alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan yang mendasari suatu norma hukum (G.W. Paton, 1969 : 204). 
Menurut Bellefroid, asas hukum (rechtsbeginsellen) merupakan norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif, dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum adalah merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat (Sudikno Mertokusumo, 1988 : 32). Asas hukum adalah meta kaidah yang berkenaan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku (Bruggink, dalam Arief Sidharta, 1996 : 121). Menurut Penulis buku ini, asas-asas hukum adalah nilai-nilai moral yang mendasari atau melandasi norma hukum positif, atau pikiran-pikiran dasar yang bersifat abstrak dari norma hukum positif.
Setiap penyelenggaraan pemerintahan oleh aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, perlu didasari oleh nilai-nilai moral atau asas-asas umum pemerintahan yang baik atau layak agar pelaksnanaan  pemerintahan berjalan efektif dan efisien.
 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang layak (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur) oleh “Crince Le Roy” dirumuskan ada sebelas asas yaitu :
a)             Asas Kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel/principle legal security);
b)             Asas keseimbangan (evenredigheids beginsel/principle of proportionality);
c)             Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (gelijkheidsbeginsel/principle of equality);
d)            Asas bertindak cermat atau seksama (vuldigheidsbeginsel/principle of carefulness);
e)             Asas motifasi untuk setiap keputusan (motiveringsbeginsel/principle of motivation);
f)              Asas jangan menyalah gunakan kewenangan (verbod van detournement de pouvoir/principle of non misuse of competence);
g)             Asas permainan yang layak (principle of fair play/fair play beginsel);
h)             Asas keadilan atau larangan bertindak sewenang-wenang (redelijkheidsbeginsel of verbod van willekeur/principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness);
i)               Asas pemenuhan pengharapan yang ditimbulkan (principle van opgewekte verwachtingen /principle of meeting raised expectation);
j)               Asas meniadakan akibat dari keputusan yang dibatalkan (herstelbeginsel/principle of undoing the consequences of annulled decision);
k)             Asas perlindungan cara hidup pribadi (princip van besckerning van de persoonlijke levenssfeer/principle of protecting the personal way of life).[34]
Koentjoro Poerbopranoto menambah dua asas lagi yaitu:
l)               Asas kebijaksanaan (principle of sapintly);
m)           Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service). [35]
Agar asas-asas pemerintahan yang layak dilaksanakan dan ditaati  oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan sebaiknya diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan Negara dan pemerintahan atau pemberian pelayanan kepada publik. Pengaturan asas-asas pemerintahan yang layak dalam undang-undang harus disertai pemberian sanksi kepada aparatur penyelenggara Negara dan pemerintahan apabila tidak mentaatinya.


[1] Wirjono Prodjodikoro I, op.cit. hlm. 8.
[2] Philipus M. Hadjon, loc.cit.
[3] Djenal Hoesen Koesoemahatmadja. 1983. Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara. Jilid I. PT. Alumni. Bandung.  hlm. 16-17.
[4] E. Utrecht, 1964. Pengantar Hukum Adminstrasi Indonesia. Ichtiar . Jakarta. (Selanjutnya disebut E. Utrecht II) hlm. 72.
[5] Ibid. hlm. 72-73.
[6] W.F. Prins, op. cit. hlm. 3-4.
[7] Ibid. hlm.3.
[8] E. Utrecht II, op.cit. hlm. 54.
[9] Prajudi Atmosudirdjo. 1988. Hukum Adminstrasi Negara. CV. Rajawali. Jakarta. hlm. 3.
[10] Philipus M. Hadjon, et.al, op.cit. hlm. 27.
[11] Ibid. hlm. 28.
[12] E. Utrecht II, op.cit. hlm. 12.
[13] Koentjoro Purbopranoto. 1975. Beberapa Catatan tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Alumni. Bandung. hlm. 40.

[14] W.L.G. Lemaire, 1968. Nederlands Internationaal Privaatrecht. Hoofdlijnen. A. W. Sijthoff. Leiden. hlm. 103.
[15] Koentjoro Purbopranoto, op.cit. hlm. 73.
[16] Ibid. hlm. 41.
[17] Ibid.
[18] E. Utrecht II. op.cit. hlm. 79.
[19] Koerntjoro Purbopranoto, op. cit. hlm. 42.
[20] Ibid. hlm. 42-43.
[21] Ibid. hlm. 43.
[22] E. Utrecht II, loc.cit.
[23] Koentjoro Purbopranoto, op.cit. hlm. 45.
[24] Ibid.
[25] Prajudi Atmosudirdjo, op. cit. hlm. 38-40.
[26] W.F. Prins (terj. R. Kosim Adisapoetra), op.cit. hlm. 14.
[27] E. Utrecht II, op.cit. hlm. 68.
[28] Ibid. hlm. 85.
[29]  W.F. Prins (terj. R. Kosim Adisapoetra), op.cit. hlm. 14.
[30] Koentjoro Purbopranoto, op.cit. hlm. 47.
[31] E. Utrecht II, op.cit. hlm. 131-132.
[32] Ibid. hlm. 147.
[33] Prajudi Atmosudirdjo, op.cit. hlm. 40.
[34] Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, op. cit. hlm. 99.
[35] Koentjoro Poerbopranoto, op.cit.hlm.30

2 komentar: