BAB X
DASAR-DASAR HUKUM
DAGANG
1.
Pengertian Hukum Dagang
Hukum Dagang atau Perdagangan adalah keseluruhan
peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara kepentingan
perseorangan dan atau badan dibidang perdagangan.
Hukum Dagang dapat juga diartikan sebagai
keseluruhan peraturan atau hukum yang
mengatur segala sesuatu yang
dihasilkan dan dapat dipakai atau
digunakan, yang berkenaan dengan peredaran barang-barang atau dengan kata lain semua perbuatan manusia yang
bertujuan untuk mengangkut barang-barang dari produsen kepada konsumen.
Pengertian tersebut adalah pengertian hukum
dagang dalam arti sempit. Dalam arti luas apabila pengertian hukum dagang dalam
arti sempit ditambah dengan mencakup “perusahaan” yaitu pemakaian bahan-bahan
untuk membuat dan menghasilkan barang-barang lain.
2.
Sumber - Sumber Hukum Dagang
a.
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (W.v.K);
b.
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (B.W.).
c.
Undang-Undang khusus
lainnya antara lain : Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Perseroan
Terbatas, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Koperasi,
Undang-Undang Yayasan, Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, Undang-Undang
Hak Cipta, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Pengangkutan (Udara, Laut, Darat, Kreta Api),
Undang-Undang Asuransi, dan
Undang-undang lain yang berkaitan dengan perdagangan;
d.
Perjanjian;
e.
Hukum Kebiasaan;
f.
Yurisprudensi
g.
Doktrin Hukum
(pendapat para ahli hukum terkemuka dan berpengaruh);
3.
Hubungan Hukum Dagang dengan Hukum Perdata
Hukum Dagang dan Hukum Perdata merupakan bagian
dari Hukum Privat. Hukum Perdata diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, dan Hukum Perdagangan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(W.v.K.). Kedua Kitab Undang-undang Hukum tersebut merupakan turunan yang
berasal dari Code de Commerce (Hukum Perdagangan), dan Code de Civil (Hukum
Perdata) dari Code de Napoleon yang berlaku di negara Prancis, dan di Negara Belanda
pada waktu Negara Belanda menjadi jajahan Perancis. Setelah Negara Belanda merdeka dari Perancis,
Code de Commerce direvisi dan berubah menjadi Wetboek van Koophandel. Sedangkan Code de Civil direvisi dan berubah menjadi Burgerlijk Wetboek. Selanjutnya karena Indonesia
menjadi jajahan Kerajaan Belanda, maka kedua Kitab Undang-undang tersebut
berdasarkan “asas konkordansi” diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda).
Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek van Koophandel (KUHD) berlaku di
Indonesia sampai sekarang dengan telah mengalami perubahan dan pencabutan
terhadap pasal-pasalnya karena diberlakukannya undang-undang nasional yang
mengatur obyek yang sama, juga dicabut karena tidak sesuai dengan zaman
kemerdekaan Indonesia, atau tidak sesuai dengan kesadaran hukum bangsa
Indonesia.
Hubungan KUHD dengan KUH Perdata (B.W.) sangat
erat karena sama-sama sebagai hukum privat. Menurut, pasal 1 KUHD bahwa “Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (B.W.), seberapa jauh daripadanya dalam Kitab ini
tidak diadakan penyimpangan secara khusus, berlaku juga terhadap hal yang
diatur dalam Kitab ini”. Dari pernyataan pasal 1 KUHD tersebut, berarti KUHD
merupakan undang-undang (hukum) khusus atau
“lex spesialis”, sedangkan KUHPerdata sebagai
undang-undang (hukum) umum atau “lex
generalis”. Dengan demikian kalau ada aturan-aturan dalam KUHD bertentangan
dengan KUHPerdata, maka yang harus dijadikan dasar hukum adalah KUHD.
4.
Sistematika Hukum Dagang
Semula KUHD (W.v.K.) terdiri dari tiga buku,
karena yang diatur di dalamnya terlalu luas, kemudian ketiga buku dalam KUHD
dipisah. Sehingga KUHD sekarang terdiri dari dua buku. Ketiga buku dari KUHD
tersebut adalah :
Buku I : Tentang
Perdagangan pada umumnya;
Buku II : Tentang
hak dan kewajiban yang diakibatkan
Pelayaran (Perkapalan)
Buku III :
Kepailitan.
Kemudian Kepailitan yang diatur dalam Buku III
dipisah dari KUHD dalam undang-udang tersendiri, sehingga KUHD sekarang tinggal
Buku I dan Buku II.
Buku I KUHD mengatur tentang “Perdagangan pada
umumnya” meliputi antara lain : Pembukuan; Macam-macam perseroan dan badan
usaha; Bursa perniagaan, makelar dan kasir; Komisioner, juru kirim, tukang
pedati dan juragan kapal di perairan sungai; Surat-surat berharga (surat-surat
wesel dan order), cek, promes dan kwitansi; Reklame atau penuntutan kembali
dalam keadaan pailit; Pertanggungan pada umumnya; Macam-macam pertanggungan.
Buku II KUHD mengatut “Hak-hak dan
Kewajiban-kewajiban akibat Pelayaran (Perkapalan)” yang diatur di dalam Buku II
tersebut meliputi : Kapal laut dan muatannya; Pengusaha Kapal; Kapten Kapal
laut, anak buah, penumpang kapal; Perjanjian kerja di laut; Penyewaan kapal;
pengangkutan barang; Pengangkutan orang; Tabrakan kapal; kapal karam, kapal
pecah, temuan di laut; Pertanggungan terhadap bahaya laut dan terhadap bahaya
perbudakan; Pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan, di
sungai dan di perairan darat; Kecelakaan, Kerugian di laut; Berakhirnya
perikatan-perikatan dalam perdagangan laut; Kapal-kapal dan perahu-perahu di
perairan sungai.
5.
Kewajiban Pembukuan
Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHD disebutkan bahwa,
tiap orang yang mempunyai suatu perusahaan diharuskan mengadakan pencatatan
dari kekayaannya dan harta benda perusahaannya.
Ia diwajibkan pula dari tahun ke tahun, dalam
waktu enam bulan yang pertama dari tiap-tiap tahunnya, memuat dan
menandatangani dengan tangan sendiri, akan sebuah neraca tersusun sesuai dengan
kedudukan perusahaan itu (pasal 6 ayat 2 KUHD).
Ia diharuskan menyimpan semua buku-buku untuk
selama 30 (tiga puluh) tahun; tembusan surat-surat yang dikirimkannya dan
lain-lain catatan selama sepuluh tahun.
Dengan adanya pembukuan itu maka pengusaha
mempunyai bukti-bukti terhadap peristiwa-peristiwa hukum. Hakim berhak
menggunakan buku-buku itu sebagai bukti untuk kepentingan pihak mana pun, dan
hakim dapat mengharuskan pengusaha juga untuk membuat ikhtisar-ikhtisar dari
bagian-bagian yang bersangkutan (Pasal 7 KUHD).
6.
Beberapa Macam Persekutuan Dagang
Dalam dunia perdagangan kita mengenal bermacam-macam
perseroan, yang lahir karena usaha beberapa orang untuk bersama-sama melakukan
tindakan atau perbuatan dalam lapangan perdagangan.
Maatschap (Rekanan)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
diadakan peraturan-peraturan yang mengikat bagi orang-orang yang hendak
mendirikan dan menjalankan perseroan.
Juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) pasal
1618 mengatur hal ini.
Maatschap ialah perserikatan (persekutuan;
kongsi) yang merupakan suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan
dirinya dan memasukkan sesuatu dalam persekutuan itu dengan maksud untuk
membagi keuntungan yang diperoleh dengan usaha bersama.
Adapun yang dikumpulkan oleh tiap-tiap peserta
itu dapat berupa uang atau barang, kadang-kadang juga tenaga. Besar kecilnya
keuntungan yang akan diperoleh setiap rekan, seimbang dengan modal yang
dimasukkan ke dalam maatschap.
Pada hakekatnya, maatschap hanya merupakan
suatu organisasi intern saja, dalam hubungan-hubungan keluar, ada kemungkinan,
bahwa pihak ketiga berhak menuntut tiap-tiap peserta maatschap untuk
tanggungannya, bahwa tiap-tiap peserta/rekan dapat menuntut pihak ketiga.
Perseroan
Komanditer
Perseroan Komanditaire (commanditaire
vennootschap), ialah suatu perseroan antara dua orang atau lebih yang mempunyai
tanggung jawab penuh secara tanggungrenteng (hoofdelijk), dengan 1 (satu) orang atau lebih yang memasukkan uang
dan hanya turut bertanggung jawab sebesar modal yang dimasukkan (Pasal 19
KUHD). Kelompok orang-orang yang pertama dinamakan “pesero aktif”; mereka
adalah pengurus perseroan.
Kelompok orang-orang yang kedua dinamakan
“pesero pasif” atau “komandit”; mereka tidak boleh menjadi anggota pengurus dan
atau bertindak atas nama perseroan. Pelanggaran terhadap larangan ini
menyebabkan ia turut bertanggung jawab penuh secara tanggungrenteng (hoofdelijk) pula.
Untuk pesero-pesero golongan kedua (pesero
komanditer), oleh undang-undang telah ditentukan sebagai berikut:
a.
mereka hanya menyetor
uang saja; (commanditaire berarti meminjamkan uang untuk keperluan golongan
kesatu);
b.
nama-namanya tidak
boleh disebut dalam perseroan;
c.
mereka tidak boleh
mengadakan hubungan keluar perseroan;
d.
mereka tidak boleh
menjalankan perusahaan perseroan,
walaupun dengan surat kuasa.
Mendirikan perseroan komanditer itu tidak
diperlukan syarat-syarat tertentu, berarti pendiriannya dapat dilakukan dengan
lisan ataupun dengan tulisan akte autentik atau akte dibawah tangan.
Undang-undang pun tidak mewajibkan pengumuman pendirian perseroan ini.
Firma
Firma adalah perseroan untuk menjalankan suatu
perusahaan di bawah satu nama, dimana anggota-anggotanya langsung dan
sendiri-sendiri bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga.
a.
bertindak atas nama
firma;
b.
megeluarkan dan
menerima uang;
c.
menghubungkan firma
dengan pihak ketiga dan sebaliknya.
Syarat-syarat mendirikan firma :
1.
Dilakukan dengan akte
autentik yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris;
2.
Akte tersebut harus
didaftarkan di Pengadilan Negeri;
3.
Ikhtisar akte
pendirian tersebut harus dimuat dalam Berita Negara R.I.
Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas semula diatur dalam pasal 36
ayat (1) KUHD dengan istilah “Naamlooze
vennootschap” (N.V). Ketentuan Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD
sekarang sudah tidak berlaku, karena Perseroan Terbatas telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Kemudian pada tahun 2007, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseoroan
Terbatas.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan
Terbatas (UUPT), Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang
Saham, Direksi dan Dewan Komisaris (Pasal 1 angka (2)).
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT ini
dan/atau anggaran dasar (Pasal 1 angka (4).
Direksi, adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT
untuk kepentingan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta mewakili PT, baik
di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan Anggaran Dasar (Pasal 1 angka
(5)).
Dewan Komisaris, adalah Organ PT yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 1 angka (6)).
PT adalah Perseroan Terbuka adalah Perseroan
Publik, artinya perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. (Pasal 1 angka
(7)).
Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi
criteria jumlah pemegang saham dan modal disetor dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 1 angka (8)).
Perseroan
harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan (Pasal 2 UUPT).
Terhadap Perseoan berlaku UUPT ini, anggaran
dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 4 UUPT).
PT harus mempunyai nama dan tempat kedudukan
dalam wilayah Negara RI yang ditentukan dalam anggaran dasar,
serta alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya (Pasal 4 dan 5 UUPT).
Menurut Pasal 7 dan Pasal 8UUPT, syarat-syarat
pendirian Perseroan Terbatas antara lain :
1.
Didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akte notaris;
Akta Pendirian harus memuat
Anggaran Dasar dan keterangan lain sekurang-kurangnya memuat : (a) nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri, atau atas nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap
serta nmor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
pendiri PT ; (b) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali
diangkat; (c) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor (Pasal 8).
2.
Setiap pendiri PT
wajib mengambil bagian saham pada saat pendirian;
3.
Akta Pendirian PT
harus disahkan oleh Menteri yang berwenang dengan mengajukan permohonan lebih dahulu secara
tertulis;
4.
Pendaftaran PT dalam
Daftar Perusahaan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.
Menurut pasal 15 UUPT, Anggaran Dasar PT harus
memuat sekurang-kurangnya adalah :
a.
nama dan tempat
kedudukan PT;
b.
maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha PT;
c.
jangka waktu
berdirinya PT;
d.
besar jumlahnya modal
dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor;
e.
jumlah saham,
klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham tiap klasifikasi, hak-hak
yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f.
nama jabatan dan
jumlah anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
g.
penetapan tempat dan
tatacara penyelenggaaan RUPS;
h.
tatacara pengangkatan,
penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i.
tata cara penggunaan
laba dan pembagian deviden, dan
j.
ketentuan-ketentuan
lain yang tidak bertentangan dengan UUPT
ini.
Anggaran Dasar tidak boleh memuat : (a)
ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan (b) ketentuan tentang
pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain (Pasal 15 ayat (3)
UUPT).
Pemegang saham PT tidak bertanggung jawab
secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian PT yang melebihi
saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Ketentuan ini tidak belaku
apabila :
a.
persyaratan PT sebagai
badan hukum belum/tidak terpenuhi;
b.
pemegang saham yang
bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan PT untuk kepentingannya pribadi;
c.
pemegang saham yang
bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
perseroan; atau
d.
pemegang saham yang
bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan
kekayaan PT, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang PT. (Pasal 3 ayat (2) UUPT).
7.
Bursa Dagang, Makelar dan Komisioner
Bursa Perdagangan adalah pertemuan
pedagang-pedagang dari orang-orang yang berhubungan dengan perdagangan. Dari
perbuatan-perbuatan dan perjanjian-perjanjian yang diadakan dalam busa dapat
ditentukan harga emas, harga saham perusahaan, kurs wesel , kurs valuta asing, biaya pengangkutan,
asuransi dan sebagainya.
Makelar (Pasal 62 s/d.75 KHUD)
Makelar ialah pedagang perantara yang diangkat
oleh Presiden atau Pejabat Negara yang menyelenggarakan perusahaan perantara
untuk melakukan transaksi perdagangan jual-beli surat-surat berharga dan
penjaminan serta, perutangan uang dan lainnya atas nama orang lain dengan
menerima upah. (Pasal 62 KUHD jo. Pasal 64 KUHD).
Makelar baru dapat melakukan perusahaan
perantara, apabila telah diangkat atau ditetapkan oleh Presiden/pejabat yang
berwenang. Selain itu sebelum menjalankan perusaannya dibidang perdagangan
perantara (makelar), makelar harus disumpah lebih dahulu oleh Pengadilan Negeri
(Hakim) yang berwenang atas daerah perusahaan perantara perdagangan (Pasal 62
ayat 2 KUHD).
1.
Makelar umum, untuk
segala macam perdagangan;
2.
Makelar khusus yang
melakukan perdagangan tertentu atau satu
jenis perdagangan;
Kewajiban Umum Makelar :
a.
amanat orang dengan
sebaik-baiknya;
b.
mempertanggungjawabkan
amanat orang yang telah dilaksanakan, memberikan perhitungan dan menyelesaikan pekerjaan yang diamanatkan
oleh pemberi amanat.
Kewajiban Makelar yang Khusus antara lain :
a.
membuat catatan dalam
buku sakunya tentang perjanjian yang dibuat dengan perantaranya;
b.
menyelenggarakan buku
harian yang diisi menurut catatan dari buku sakunya;
c.
atas permintaan
prinsipalnya, makelar harus memberikan salinan isi buku harian yang dimakdkan
tersebut di atas;
d.
kalau penjual barang
memberikan contoh barang, makelar harus menyimpannya dengan catatan lengkap
tentang mutu barang, macamnya, jumlahnya, penyerahannya dansebagainya;
e.
jual beli surat berharga yang
dilakukan dengan perantaraannya, makelar harus menanggung kebenaran semua tanda
tangan yang tercantum dalam surat
berharga tersebut;
f.
kalau diminta oleh
Hakim, makelar harus memperlihatkan buku-bukunya;
g.
makelar dilarang
berdagang barang-barang yang dia menjadi makelarnya; misalnya makelar emas
dilarang berjualan emas.
Komisioner (Pasal 76
s/d.85 KUHD)
Komisioner adalah orang yang melakukan
perusahaan dengan membuat perjanjian atas nama sendiri atau atas nama
(firmanya) atas perintah dan perhitungan orang lain dengan menerima upah.
Komisioner bertindak atas perintah komitennya,
tetapi ia menjalanan perusahaan atas namanya sendiri atau atas nama perusahaannya
(firmanya).
Bertindak atas nama sendiri berarti atas
tanggungjawab sendiri, menanggung resiko dan menanggung mutu barang.
Bertanggungjawab atas nama perusahaannya
(firmanya) berarti atas tanggungjawab perusahaannya.
Biaya atau ongkos-ongkos yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan komisioner ditanggung sendiri oleh komisioner, meskipun
akan dibayar oleh komitennya.
Resiko Komisioner. Karena komisioner bertindak
atas nama sendiri, kemungkinan ia dituntut oleh pihak ketiga supaya membayar
atas barang yang dibeli untuk kepentingan komitennya. Bilamana tagihan ini
telah dipenuhi oleh komisioner, maka jumlah uang yang dibayarkan dapat
ditambahkan dengan biaya-biaya, menjadi utang komitennya kepada komisioner.
Expeditur (Pengusaha
Pengangkutan) :
Ekspeditur adalah mereka, orang-orang yang
menjalankan perusahaan pengangkutan dengan menyuruh orang lain untuk mengangkut
barang dagangan atau barang-barang lain, baik melalui daratan, udara, mapun
lautan dan perairan (Pasal 86 KUHD).
Ekspeditur menanggung resiko mengadakan
perantaraan dalam soal-soal pengangkutan dan diwajibkan menggunakan buku harian
dan surat
muatan (vracht brief).
Kewajiban
Ekspeditur antara lain :
a.
membuat
catatan-catatan dalam buku hariannya tentang jumlah barang dangangan dan
lainnya yang dangkut, jika perlu termasuk harganya (Pasal 86 KUHD);
b.
menanggung keselamatan
barang yang diangkut sampai tempat tujuan dengan tepat waktu (Pasal 87 KUHD);
c.
menanggung dengan
memberi ganti kerugian apabila barang yang diangkut hilang atau rusak (Pasal 88
KUH);
d.
menanggung resiko
akibatk kesalahan ekspeditur lain yang
dipakainya.
8.
Surat-surat Berharga
Sebelum membahas macam-macam surat berharga, perlu diketahui dahulu
tentang perbedaan antara : (1) Surat berharga (waarde papier), dengan (2) Surat
yang mempunyai harga (papieren van waarde).
Sedangkan surat
yang mempunyai harga (papieren van waarde),
mencakup semua surat-surat berharga.
Jadi papieren van waarde (surat yang mempunyai harga), merupakan surat berharga dalam arti
luas; sedangkan waarde papier (surat
berharga) dalam arti sempit.
Di dalam dunia perdagangan, dikenal
bermacam-macam surat
yang memberihak tertentu kepada pemegangnya, antara lain :
a.
sero/saham/andil
memberi hak atas bagian laba (dividend);
b.
obligasi memberikan
hak atas bunga;
c.
sil (ceel) sebagai surat bukti penyimpanan
barang; memberi hak untuk mengambil barang yang disimpan dalam gudang;
d.
conosemen adalah surat pengiriman barang
melalui laut.
a.
penyerahan (pengalihan
hak) surat
berharga harus sederhana dan mudah dilakukan, yaitu bisa diserahkan begitu saja
cukup ditandatangani, contoh : endosemen (Pasal 613 (3) B.W.). Sedangkan surat yang mempunyai
harga (papieren van waarde) penyerahannya tidak mudah, contoh : cessie/acte
autentik (Pasal 613 (1) B.W.). Pengalian endosemen tidak perlu sepengetahuan
debitur; sedangkan pengalihan cessie harus sepengetahan debitur.
b.
Debitur menghadapi
kreditur yang berganti-ganti, seingga debitur tidak tahu siapa kreditur yang
menagih pembayaran. Debitur hanya membayar kepada kreditur yang membawa surat piutang. Oleh
karena itu dalam surat
berharga ada dua macam, pertama, “aan order” (surat atas nama) yaitu surat yang di dalamnya disebut nama orang yang berhak, kepadanya
diberi hak/wewenang untuk memindahkan haknya kepada orang lain, dan orang berhak
juga memindahkan haknya kepada pihak lain lagi, begitu seterusnya. Kedua “aan toonder” (surat atas pembawa) dalam
surat ini tidak
disebut nama orang yang berhak/berwenang, artinya siapa saja yang membawa surat “aan toonder (pada pembawa) mempunyai
hak. Pemindahan surat
“aan toonder” (pada pembawa) sangat
sederhana seperti pemindahan pada benda bergerak.
Di dalam lapangan perdagangan tradisonal,
pembayaran dilakukan dengan “mata uang”. Tetapi di dalam perdagangan modern,
pembayaran dan penagihan dilakukan dengan cara yang praktis, mudah dan lancar
Di dalam perdagangan saat ini, dengan jumlah pembayaran yang banyak, tidak
dapat dilakukan dengan membawa uang dalam beberapa kopor besar dan
menghitungnya ber-hari-hari. Hal ini akan menghambat perdagangan, oleh karena
itu pembayaran dan penagihan dilakukan dengan “surat berharga”. Ada beberapa surat berharga, yakni: Wesel (pasal 100 KUHD); Cheque (pasal 178
KUHD); Akep (pasal 174 KUHD); Promes (pasal 229 i KUHD), dan Kwitansi (pasal
229 e KUHD).
1.
Wesel
a)
harus ada nama”wesel ”;
b)
perintah membayar
sejumlah uang;
c)
menyebutkan nama orang
yang membayar;
d)
menyebutkan tanggal pembayaran;
e)
menyebukan tempat
pembayaran;
f)
menyebutkan nama orang
yang harus dibayar;
g)
menyebutkan tanggal
dan empat surat
wesel ditarik;
h)
tanda tangan orang
yang mengeluarkan/menulis wesel .
Macam-macam wesel antara lain:
1)
Wesel order, adalah
wesel harus dibayarkan kepada orang yang membawa wesel;
2)
Wesel Domisili, adalah
wesel yang dibayar ditempat lain yang ditentukan, selain tempat tinggal wajib bayar;
3)
Wesel inkaso, adalah
wesel dengan endosemen yang berisi perintah untuk mengambil pembayaran sejumlah
yang tersebut dalam wesel;
4)
Wesel Rekta, artinya
wesel yang tidak dapat diendosir atau hanya dapat dibayarkan kepada orang yang
namanya tercantum dalam wesel;
5)
Wesel lihat, artinya
wesel itu harus dibayar pada waktu ditawarkannya untuk dibayar;
6)
Wesel tenggang,
artinya wesel itu harus dibayar dalam tenggang waktu yang ditentukan setelah
wesel ditarik (ditulis);
7)
Wesel kepada order
sendiri, artinya sebagai penerima disebut nama dari sipenarik (penulis);
8)
Wesel atas perhitungan
orang lain, artinya wesel yang disebut untuk kepentingan orang lain, biasanya
oleh sebuah bank;
9)
Wesel nazicht adalah
wesel yang waktu jatuh temponya saat pembayaran atas wesel setelah beberapa
waktu dari tanggal akseptasi, atau jika akseptasi ditolak dengan tanggal
protes.
2.
Cheque (cek),
Apabila Wesel bersifat
pembayaran kredit (utang) untuk jangka waktu yang lama, maka cek sifatnya
sebagai alat pembayaran (dalam waktu cepat) di dunia perdagangan.
Syarat-syarat cek berisi (178
KUHD) :
a.
nama cek;
b.
perintah untuk
membayar sejumlah uang;
c.
nama orang yang harus
membayar (tertarik);
d.
penetapan tempat
pembayaran;
e.
tanggal dan tempat cek
ditarik (ditulis);
f.
tanda tangan orang
yang mengeluarkan cek (penarik).
Untuk menjaga agar nilai cek
tetap tinggi sebagai alat pembayaran, maka ditetapkan bahwa cek hanya dapat
dikeluarkan dengan membebankan pembayarannya kepada Bank dimana si penulis
(penarik) cek menyimpan uang sebagai nasabah Bank.
Ada beberapa macam cek,
anatara lain :
a.
cek aan order (cek
order/cek atas nama), yaitu cek yang di dalamnya tercantum nama seseorang;
b.
cek aan toonder (cek
toonder/cek pada pembawa), yaitu cek yang di dalamnya tidak menyebut nama
seseorang, berarti pembayarannya diserahkan kepada pembawa cek.
3.
Aksep dan Promes
Aksep artinya sepakat untuk
membayar, sifatnya sebagai kredit (utang); Promes artinya kesanggupan untuk
membayar, sifatnya sebagai alat bayar.
Aksep dan Promes berbeda
dengan wesel ,
kalau wesel
sebagai alat pembayaran kredit (utang); kalau Aksep dan Promes tidak berisi
perintah untuk membayar, tetapi kesanggupan atau berjanji untuk membayar.
Aksep dan Promes harus
memenuhi syarat-syarat/berisi sebagai berikut :
a.
ada nama/istilah “surat order” atau “promes order” atau “aksep
order”;
b.
janji/kesanggupan
tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang;
c.
tempat pembayaran;
d.
waktu pembayaran;
e.
nama orang yang
menerima pembayaran;
f.
tanggal dan tempat
aksep dan promes ditanda tangani;
g.
tanda tangan
sipenarik/penerbit.
Perbedaan antara cek dengan wesel , dan aksep dan Promes :
Undang-undang menganggap wesel , aksep dan promes
sebagai alat untuk membayar kredit (utang). Sedangkan cek sebagai alat
pembayaran dalam dunia perdagangan.
4.
Kwitansi
Kwitansi adalah tanda bukti
pembayaran, bersifat pembebasan utang. Kwitansi ini diatur dalam pasal 229 e
KUHD.
Kwitansi toonder atau
kwitansi pada pembawa, ialah perintah untuk membayar suatu jumlah uang tertentu
kepada pihak ketiga.
Terimakasih , artikel ini sangat membantu.
BalasHapusterima kasih sekali, bisa jadi bahan referensi kuliah saya
BalasHapusSitus Hukum