Jumat, 04 Mei 2012

Pengantar Hukum Indonesia (Bab X)


BAB X
DASAR-DASAR HUKUM DAGANG


1.             Pengertian Hukum Dagang
Hukum Dagang atau Perdagangan adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara kepentingan perseorangan dan atau badan dibidang perdagangan.
Hukum Dagang dapat juga diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau  hukum yang mengatur  segala sesuatu yang dihasilkan  dan dapat dipakai atau digunakan, yang berkenaan dengan peredaran barang-barang atau  dengan kata lain semua perbuatan manusia yang bertujuan untuk mengangkut barang-barang dari produsen kepada konsumen.
Pengertian tersebut adalah pengertian hukum dagang dalam arti sempit. Dalam arti luas apabila pengertian hukum dagang dalam arti sempit ditambah dengan mencakup “perusahaan” yaitu pemakaian bahan-bahan untuk membuat dan menghasilkan barang-barang lain.

2.             Sumber - Sumber Hukum Dagang
a.              Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.v.K);
b.             Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W.).
c.              Undang-Undang khusus lainnya antara lain : Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Koperasi, Undang-Undang Yayasan, Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, Undang-Undang Hak Cipta,   Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pengangkutan (Udara, Laut, Darat, Kreta Api), Undang-Undang Asuransi,  dan Undang-undang lain yang berkaitan dengan perdagangan;
d.             Perjanjian;
e.              Hukum Kebiasaan;
f.              Yurisprudensi
g.             Doktrin Hukum (pendapat para ahli hukum terkemuka dan berpengaruh);
3.             Hubungan Hukum Dagang dengan Hukum Perdata
Hukum Dagang dan Hukum Perdata merupakan bagian dari Hukum Privat. Hukum Perdata diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan Hukum Perdagangan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (W.v.K.). Kedua Kitab Undang-undang Hukum tersebut merupakan turunan yang berasal dari Code de Commerce (Hukum Perdagangan), dan Code de Civil (Hukum Perdata) dari Code de Napoleon yang berlaku di negara Prancis, dan di Negara Belanda pada waktu Negara Belanda menjadi jajahan Perancis.  Setelah Negara Belanda merdeka dari Perancis, Code de Commerce direvisi dan berubah menjadi Wetboek van Koophandel. Sedangkan Code de Civil  direvisi dan berubah menjadi Burgerlijk Wetboek. Selanjutnya karena Indonesia menjadi jajahan Kerajaan Belanda, maka kedua Kitab Undang-undang tersebut berdasarkan “asas konkordansi” diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda). Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek van Koophandel (KUHD) berlaku di Indonesia sampai sekarang dengan telah mengalami perubahan dan pencabutan terhadap pasal-pasalnya karena diberlakukannya undang-undang nasional yang mengatur obyek yang sama, juga dicabut karena tidak sesuai dengan zaman kemerdekaan Indonesia, atau tidak sesuai dengan kesadaran hukum bangsa Indonesia. 
Hubungan KUHD dengan KUH Perdata (B.W.) sangat erat karena sama-sama sebagai hukum privat. Menurut, pasal 1 KUHD bahwa “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W.), seberapa jauh daripadanya dalam Kitab ini tidak diadakan penyimpangan secara khusus, berlaku juga terhadap hal yang diatur dalam Kitab ini”. Dari pernyataan pasal 1 KUHD tersebut, berarti KUHD merupakan undang-undang (hukum) khusus atau  “lex  spesialis”, sedangkan KUHPerdata sebagai undang-undang (hukum) umum atau “lex generalis”. Dengan demikian kalau ada aturan-aturan dalam KUHD bertentangan dengan KUHPerdata, maka yang harus dijadikan dasar hukum adalah KUHD.

4.             Sistematika Hukum Dagang
Semula KUHD (W.v.K.) terdiri dari tiga buku, karena yang diatur di dalamnya terlalu luas, kemudian ketiga buku dalam KUHD dipisah. Sehingga KUHD sekarang terdiri dari dua buku. Ketiga buku dari KUHD tersebut adalah :
Buku I     : Tentang Perdagangan pada umumnya;
Buku II    : Tentang hak dan kewajiban yang diakibatkan  Pelayaran (Perkapalan)
Buku III  : Kepailitan.
Kemudian Kepailitan yang diatur dalam Buku III dipisah dari KUHD dalam undang-udang tersendiri, sehingga KUHD sekarang tinggal Buku I dan Buku II.
Buku I KUHD mengatur tentang “Perdagangan pada umumnya” meliputi antara lain : Pembukuan; Macam-macam perseroan dan badan usaha; Bursa perniagaan, makelar dan kasir; Komisioner, juru kirim, tukang pedati dan juragan kapal di perairan sungai; Surat-surat berharga (surat-surat wesel dan order), cek, promes dan kwitansi; Reklame atau penuntutan kembali dalam keadaan pailit; Pertanggungan pada umumnya; Macam-macam pertanggungan.
Buku II KUHD mengatut “Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban akibat Pelayaran (Perkapalan)” yang diatur di dalam Buku II tersebut meliputi : Kapal laut dan muatannya; Pengusaha Kapal; Kapten Kapal laut, anak buah, penumpang kapal; Perjanjian kerja di laut; Penyewaan kapal; pengangkutan barang; Pengangkutan orang; Tabrakan kapal; kapal karam, kapal pecah, temuan di laut; Pertanggungan terhadap bahaya laut dan terhadap bahaya perbudakan; Pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan, di sungai dan di perairan darat; Kecelakaan, Kerugian di laut; Berakhirnya perikatan-perikatan dalam perdagangan laut; Kapal-kapal dan perahu-perahu di perairan sungai.
                      
5.             Kewajiban Pembukuan
Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHD disebutkan bahwa, tiap orang yang mempunyai suatu perusahaan diharuskan mengadakan pencatatan dari kekayaannya dan harta benda perusahaannya.
Ia diwajibkan pula dari tahun ke tahun, dalam waktu enam bulan yang pertama dari tiap-tiap tahunnya, memuat dan menandatangani dengan tangan sendiri, akan sebuah neraca tersusun sesuai dengan kedudukan perusahaan itu (pasal 6 ayat 2 KUHD).
Ia diharuskan menyimpan semua buku-buku untuk selama 30 (tiga puluh) tahun; tembusan surat-surat yang dikirimkannya dan lain-lain catatan selama sepuluh tahun.
Dengan adanya pembukuan itu maka pengusaha mempunyai bukti-bukti terhadap peristiwa-peristiwa hukum. Hakim berhak menggunakan buku-buku itu sebagai bukti untuk kepentingan pihak mana pun, dan hakim dapat mengharuskan pengusaha juga untuk membuat ikhtisar-ikhtisar dari bagian-bagian yang bersangkutan (Pasal 7 KUHD).

6.             Beberapa Macam Persekutuan Dagang
Dalam dunia perdagangan kita mengenal bermacam-macam perseroan, yang lahir karena usaha beberapa orang untuk bersama-sama melakukan tindakan atau perbuatan dalam lapangan perdagangan.

Maatschap (Rekanan)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) diadakan peraturan-peraturan yang mengikat bagi orang-orang yang hendak mendirikan dan menjalankan perseroan.
Juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) pasal 1618 mengatur hal ini.
Maatschap ialah perserikatan (persekutuan; kongsi) yang merupakan suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya dan memasukkan sesuatu dalam persekutuan itu dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh dengan usaha bersama.
Adapun yang dikumpulkan oleh tiap-tiap peserta itu dapat berupa uang atau barang, kadang-kadang juga tenaga. Besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh setiap rekan, seimbang dengan modal yang dimasukkan ke dalam maatschap.
Pada hakekatnya, maatschap hanya merupakan suatu organisasi intern saja, dalam hubungan-hubungan keluar, ada kemungkinan, bahwa pihak ketiga berhak menuntut tiap-tiap peserta maatschap untuk tanggungannya, bahwa tiap-tiap peserta/rekan dapat menuntut pihak ketiga.

Perseroan Komanditer
Perseroan Komanditaire (commanditaire vennootschap), ialah suatu perseroan antara dua orang atau lebih yang mempunyai tanggung jawab penuh secara tanggungrenteng (hoofdelijk), dengan 1 (satu) orang atau lebih yang memasukkan uang dan hanya turut bertanggung jawab sebesar modal yang dimasukkan (Pasal 19 KUHD). Kelompok orang-orang yang pertama dinamakan “pesero aktif”; mereka adalah pengurus perseroan.
Kelompok orang-orang yang kedua dinamakan “pesero pasif” atau “komandit”; mereka tidak boleh menjadi anggota pengurus dan atau bertindak atas nama perseroan. Pelanggaran terhadap larangan ini menyebabkan ia turut bertanggung jawab penuh secara tanggungrenteng (hoofdelijk) pula.
Untuk pesero-pesero golongan kedua (pesero komanditer), oleh undang-undang telah ditentukan sebagai berikut:
a.              mereka hanya menyetor uang saja; (commanditaire berarti meminjamkan uang untuk keperluan golongan kesatu);
b.             nama-namanya tidak boleh disebut dalam perseroan;
c.              mereka tidak boleh mengadakan hubungan keluar perseroan;
d.             mereka tidak boleh menjalankan perusahaan  perseroan, walaupun dengan surat kuasa.
Mendirikan perseroan komanditer itu tidak diperlukan syarat-syarat tertentu, berarti pendiriannya dapat dilakukan dengan lisan ataupun dengan tulisan akte autentik atau akte dibawah tangan. Undang-undang pun tidak mewajibkan pengumuman pendirian perseroan ini.

Firma
Firma adalah perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama, dimana anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga.
Para persero dapat melakukan perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
a.              bertindak atas nama firma;
b.             megeluarkan dan menerima uang;
c.              menghubungkan firma dengan pihak ketiga dan sebaliknya.
Para pesero masing-masing harus bertanggungjawab sepenuhnya untuk perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan firmanya. Ini disebut tanggungjawab solider.
Syarat-syarat mendirikan firma :
1.             Dilakukan dengan akte autentik yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris;
2.             Akte tersebut harus didaftarkan di Pengadilan Negeri;
3.             Ikhtisar akte pendirian tersebut harus dimuat dalam Berita Negara R.I.

Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas semula diatur dalam pasal 36 ayat (1) KUHD dengan istilah “Naamlooze vennootschap” (N.V). Ketentuan Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD sekarang sudah tidak berlaku, karena Perseroan Terbatas telah  diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian pada tahun 2007, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseoroan Terbatas.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan,  adalah  badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT ini serta peraturan pelaksanaannya.
Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris (Pasal 1 angka (2)).
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT ini dan/atau anggaran dasar (Pasal 1 angka (4). 
Direksi, adalah Organ Perseroan  yang berwenang dan  bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta mewakili PT, baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan Anggaran Dasar (Pasal 1 angka (5)).
Dewan Komisaris, adalah Organ PT yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 1 angka (6)).
PT adalah Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik, artinya perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. (Pasal 1 angka (7)).
Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi criteria jumlah pemegang saham dan modal disetor dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 1 angka (8)).
Perseroan  harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan (Pasal 2 UUPT).
Terhadap Perseoan berlaku UUPT ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 4 UUPT).
PT harus mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara RI yang ditentukan dalam anggaran dasar, serta alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya (Pasal 4 dan 5 UUPT).
Menurut Pasal 7 dan Pasal 8UUPT, syarat-syarat pendirian Perseroan Terbatas antara lain :
1.             Didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akte notaris;
Akta Pendirian harus memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain sekurang-kurangnya memuat : (a) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri, atau atas nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nmor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum pendiri PT ; (b) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; (c) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor     (Pasal 8).
2.             Setiap pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat pendirian;
3.             Akta Pendirian PT harus disahkan oleh Menteri yang berwenang dengan    mengajukan permohonan lebih dahulu secara tertulis;
4.             Pendaftaran PT dalam Daftar Perusahaan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.
Menurut pasal 15 UUPT, Anggaran Dasar PT harus memuat sekurang-kurangnya adalah :
a.              nama dan tempat kedudukan PT;
b.             maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT;
c.              jangka waktu berdirinya PT;
d.             besar jumlahnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor;
e.              jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f.              nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan  Dewan Komisaris;
g.             penetapan tempat dan tatacara penyelenggaaan RUPS;
h.             tatacara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i.               tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden, dan
j.               ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan  UUPT ini.
Anggaran Dasar tidak boleh memuat : (a) ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan (b) ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain (Pasal 15 ayat (3) UUPT).
Pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi  saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Ketentuan ini tidak belaku apabila :
a.              persyaratan PT sebagai badan hukum belum/tidak terpenuhi;
b.             pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan PT untuk kepentingannya pribadi;
c.              pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
d.             pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan PT, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang PT. (Pasal 3 ayat (2) UUPT).

7.             Bursa Dagang, Makelar dan Komisioner
Bursa Perdagangan adalah pertemuan pedagang-pedagang dari orang-orang yang berhubungan dengan perdagangan. Dari perbuatan-perbuatan dan perjanjian-perjanjian yang diadakan dalam busa dapat ditentukan harga emas, harga saham perusahaan, kurs wesel, kurs valuta asing, biaya pengangkutan, asuransi dan sebagainya.
Bursa merupakan pusat perdagangan.

Makelar (Pasal 62 s/d.75 KHUD)
Makelar ialah pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau Pejabat Negara yang menyelenggarakan perusahaan perantara untuk melakukan transaksi perdagangan jual-beli surat-surat berharga dan penjaminan serta, perutangan uang dan lainnya atas nama orang lain dengan menerima upah. (Pasal 62 KUHD jo. Pasal 64 KUHD).
Makelar baru dapat melakukan perusahaan perantara, apabila telah diangkat atau ditetapkan oleh Presiden/pejabat yang berwenang. Selain itu sebelum menjalankan perusaannya dibidang perdagangan perantara (makelar), makelar harus disumpah lebih dahulu oleh Pengadilan Negeri (Hakim) yang berwenang atas daerah perusahaan perantara perdagangan (Pasal 62 ayat 2 KUHD).
Ada  2 (dua) macam Pedagang Perantara (Perantara Perdagangan) yaitu :
1.             Makelar umum, untuk segala macam perdagangan;
2.             Makelar khusus yang melakukan perdagangan tertentu  atau satu jenis perdagangan;
Kewajiban  Umum Makelar :
a.              amanat orang dengan sebaik-baiknya;
b.             mempertanggungjawabkan amanat orang yang telah dilaksanakan, memberikan perhitungan  dan menyelesaikan pekerjaan yang diamanatkan oleh pemberi amanat.
Kewajiban Makelar yang Khusus antara lain :
a.              membuat catatan dalam buku sakunya tentang perjanjian yang dibuat dengan perantaranya;
b.             menyelenggarakan buku harian yang diisi menurut catatan dari buku sakunya;
c.              atas permintaan prinsipalnya, makelar harus memberikan salinan isi buku harian yang dimakdkan tersebut di atas;
d.             kalau penjual barang memberikan contoh barang, makelar harus menyimpannya dengan catatan lengkap tentang mutu barang, macamnya, jumlahnya, penyerahannya dansebagainya;
e.              jual beli surat berharga yang dilakukan dengan perantaraannya, makelar harus menanggung kebenaran semua tanda tangan yang tercantum dalam surat berharga tersebut;
f.              kalau diminta oleh Hakim, makelar harus memperlihatkan buku-bukunya;
g.             makelar dilarang berdagang barang-barang yang dia menjadi makelarnya; misalnya makelar emas dilarang berjualan emas.

Komisioner  (Pasal 76 s/d.85 KUHD)
Komisioner adalah orang yang melakukan perusahaan dengan membuat perjanjian atas nama sendiri atau atas nama (firmanya) atas perintah dan perhitungan orang lain dengan menerima upah.
Komisioner bertindak atas perintah komitennya, tetapi ia menjalanan perusahaan atas namanya sendiri atau atas nama perusahaannya (firmanya).
Bertindak atas nama sendiri berarti atas tanggungjawab sendiri, menanggung resiko dan menanggung mutu barang.
 Bertanggungjawab atas nama perusahaannya (firmanya) berarti atas tanggungjawab perusahaannya.
Biaya atau ongkos-ongkos yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan komisioner ditanggung sendiri oleh komisioner, meskipun akan dibayar oleh komitennya.
Resiko Komisioner. Karena komisioner bertindak atas nama sendiri, kemungkinan ia dituntut oleh pihak ketiga supaya membayar atas barang yang dibeli untuk kepentingan komitennya. Bilamana tagihan ini telah dipenuhi oleh komisioner, maka jumlah uang yang dibayarkan dapat ditambahkan dengan biaya-biaya, menjadi utang komitennya kepada komisioner.

Expeditur  (Pengusaha Pengangkutan) :
Ekspeditur adalah mereka, orang-orang yang menjalankan perusahaan pengangkutan dengan menyuruh orang lain untuk mengangkut barang dagangan atau barang-barang lain, baik melalui daratan, udara, mapun lautan dan perairan (Pasal 86 KUHD).
Ekspeditur menanggung resiko mengadakan perantaraan dalam soal-soal pengangkutan dan diwajibkan menggunakan buku harian dan surat muatan (vracht brief).
Kewajiban  Ekspeditur antara lain :
a.              membuat catatan-catatan dalam buku hariannya tentang jumlah barang dangangan dan lainnya yang dangkut, jika perlu termasuk harganya (Pasal 86 KUHD);
b.             menanggung keselamatan barang yang diangkut sampai tempat tujuan dengan tepat waktu (Pasal 87 KUHD);
c.              menanggung dengan memberi ganti kerugian apabila barang yang diangkut hilang atau rusak (Pasal 88 KUH);
d.             menanggung resiko akibatk kesalahan  ekspeditur lain yang dipakainya.

8.             Surat-surat Berharga
Sebelum membahas macam-macam surat berharga, perlu diketahui dahulu tentang perbedaan antara  : (1) Surat berharga (waarde papier), dengan  (2) Surat yang mempunyai harga (papieren van waarde).
Surat berharga (waarde papier), ialah suatu hak yang melekat pada surat itu, artinya hak itu tiak ada kalau tidak diwujudkan dalam bentuk surat.
Sedangkan surat yang mempunyai harga (papieren van waarde), mencakup semua surat-surat berharga.
Jadi papieren van waarde (surat yang mempunyai harga), merupakan surat berharga dalam arti luas; sedangkan waarde papier (surat berharga) dalam arti sempit.
Di dalam dunia perdagangan, dikenal bermacam-macam surat yang memberihak tertentu kepada pemegangnya, antara lain :
a.              sero/saham/andil memberi hak atas bagian laba (dividend);
b.             obligasi memberikan hak atas bunga;
c.              sil (ceel) sebagai surat bukti penyimpanan barang; memberi hak untuk mengambil barang yang disimpan dalam gudang;
d.             conosemen adalah surat pengiriman barang melalui laut.
Surat berharga (waarde papier) dimaksudkan untuk dapat diperdagangkan, karena itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.              penyerahan (pengalihan hak) surat berharga harus sederhana dan mudah dilakukan, yaitu bisa diserahkan begitu saja cukup ditandatangani, contoh : endosemen (Pasal 613 (3) B.W.). Sedangkan surat yang mempunyai harga (papieren van waarde) penyerahannya tidak mudah, contoh : cessie/acte autentik (Pasal 613 (1) B.W.). Pengalian endosemen tidak perlu sepengetahuan debitur; sedangkan pengalihan cessie harus sepengetahan debitur.
b.             Debitur menghadapi kreditur yang berganti-ganti, seingga debitur tidak tahu siapa kreditur yang menagih pembayaran. Debitur hanya membayar kepada kreditur yang membawa surat piutang. Oleh karena itu dalam surat berharga ada dua macam, pertama, “aan order” (surat atas nama) yaitu surat yang di dalamnya  disebut nama orang yang berhak, kepadanya diberi hak/wewenang untuk memindahkan haknya kepada orang lain, dan orang berhak juga memindahkan haknya kepada pihak lain lagi, begitu seterusnya. Kedua aan toonder” (surat atas pembawa) dalam surat ini tidak disebut nama orang yang berhak/berwenang, artinya siapa saja yang membawa surataan toonder (pada pembawa) mempunyai hak. Pemindahan surataan toonder” (pada pembawa) sangat sederhana seperti pemindahan pada benda bergerak.
Di dalam lapangan perdagangan tradisonal, pembayaran dilakukan dengan “mata uang”. Tetapi di dalam perdagangan modern, pembayaran dan penagihan dilakukan dengan cara yang praktis, mudah dan lancar Di dalam perdagangan saat ini, dengan jumlah pembayaran yang banyak, tidak dapat dilakukan dengan membawa uang dalam beberapa kopor besar dan menghitungnya ber-hari-hari. Hal ini akan menghambat perdagangan, oleh karena itu pembayaran dan penagihan dilakukan dengan “surat berharga”. Ada beberapa surat berharga, yakni: Wesel (pasal 100 KUHD); Cheque (pasal 178 KUHD); Akep (pasal 174 KUHD); Promes (pasal 229 i KUHD), dan Kwitansi (pasal 229 e KUHD).

1.             Wesel
Wesel  diatur dalam pasal 100 s/d. 177 KUHD. KUHD tidak memberikan definisi wesel, hanya memberikan syarat-syarat/isi wesel, sebagai berikut :
a)             harus ada nama”wesel”;
b)             perintah membayar sejumlah uang;
c)             menyebutkan nama orang yang membayar;
d)            menyebutkan tanggal pembayaran;
e)             menyebukan tempat pembayaran;
f)              menyebutkan nama orang yang harus dibayar;
g)             menyebutkan tanggal dan empat surat wesel ditarik;
h)             tanda tangan orang yang mengeluarkan/menulis wesel.
Macam-macam wesel antara lain:
1)            Wesel order, adalah wesel harus dibayarkan kepada orang yang membawa wesel;
2)            Wesel Domisili, adalah wesel yang dibayar ditempat lain yang ditentukan, selain tempat tinggal  wajib bayar;
3)            Wesel inkaso, adalah wesel dengan endosemen yang berisi perintah untuk mengambil pembayaran sejumlah yang tersebut dalam wesel;
4)            Wesel Rekta, artinya wesel yang tidak dapat diendosir atau hanya dapat dibayarkan kepada orang yang namanya tercantum dalam wesel;
5)            Wesel lihat, artinya wesel itu harus dibayar pada waktu ditawarkannya untuk dibayar;
6)            Wesel tenggang, artinya wesel itu harus dibayar dalam tenggang waktu yang ditentukan setelah wesel ditarik (ditulis);
7)            Wesel kepada order sendiri, artinya sebagai penerima disebut nama dari sipenarik (penulis);
8)            Wesel atas perhitungan orang lain, artinya wesel yang disebut untuk kepentingan orang lain, biasanya oleh  sebuah bank;
9)            Wesel nazicht adalah wesel yang waktu jatuh temponya saat pembayaran atas wesel setelah beberapa waktu dari tanggal akseptasi, atau jika akseptasi ditolak dengan tanggal protes.

2.             Cheque (cek),
Apabila Wesel bersifat pembayaran kredit (utang) untuk jangka waktu yang lama, maka cek sifatnya sebagai alat pembayaran (dalam waktu cepat) di dunia perdagangan.
Syarat-syarat cek berisi (178 KUHD) :
a.              nama cek;
b.             perintah untuk membayar sejumlah uang;
c.              nama orang yang harus membayar (tertarik);
d.             penetapan tempat pembayaran;
e.              tanggal dan tempat cek ditarik (ditulis);
f.              tanda tangan orang yang mengeluarkan cek (penarik).
Untuk menjaga agar nilai cek tetap tinggi sebagai alat pembayaran, maka ditetapkan bahwa cek hanya dapat dikeluarkan dengan membebankan pembayarannya kepada Bank dimana si penulis (penarik) cek menyimpan uang sebagai nasabah Bank.
Ada beberapa macam cek, anatara lain :
a.              cek aan order (cek order/cek atas nama), yaitu cek yang di dalamnya tercantum nama seseorang;
b.             cek aan toonder (cek toonder/cek pada pembawa), yaitu cek yang di dalamnya tidak menyebut nama seseorang, berarti pembayarannya diserahkan kepada pembawa cek.

3.             Aksep dan Promes
Aksep artinya sepakat untuk membayar, sifatnya sebagai kredit (utang); Promes artinya kesanggupan untuk membayar, sifatnya sebagai alat bayar.
Aksep dan Promes berbeda dengan wesel, kalau wesel sebagai alat pembayaran kredit (utang); kalau Aksep dan Promes tidak berisi perintah untuk membayar, tetapi kesanggupan atau berjanji untuk membayar.
Aksep dan Promes harus memenuhi syarat-syarat/berisi sebagai berikut :
a.              ada nama/istilah “surat order” atau “promes order” atau “aksep order”;
b.             janji/kesanggupan tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang;
c.              tempat pembayaran;
d.             waktu pembayaran;
e.              nama orang yang menerima pembayaran;
f.              tanggal dan tempat aksep dan promes ditanda tangani;
g.             tanda tangan sipenarik/penerbit.

Perbedaan antara cek dengan wesel, dan aksep dan Promes :
Undang-undang menganggap wesel, aksep dan promes sebagai alat untuk membayar kredit (utang). Sedangkan cek sebagai alat pembayaran dalam dunia perdagangan.

4.             Kwitansi
Kwitansi adalah tanda bukti pembayaran, bersifat pembebasan utang. Kwitansi ini diatur dalam pasal 229 e KUHD.
Kwitansi toonder atau kwitansi pada pembawa, ialah perintah untuk membayar suatu jumlah uang tertentu kepada pihak ketiga.

2 komentar: